Selasa, 29 September 2020, IAEI, KNEKS, dan Bank Indonesia pada acara ISEF Indonesia 2020 meyelenggarakan diskusi terkait urgensi RUU Ekonomi Syariah. Tentunya tema tersebut sangat menarik karena tidak hanya membahas kondisi yang terjadi saat ini melainkan juga kontribusi dan upaya – upaya untuk mencapai target Indonesia berdaulat pada tahun 2045 dengan ekonomi syariah.
Kesadaran membangun ekonomi syariah telah lama muncul dalam diri masyarakat Indonesia. Kesenjangan ekonomi yang meningkat, jumlah pengangguran dan utang negara yang semakin bertambah, kepemilikian kekayaan oleh segelintir kelompok dan fenomena krisis ekonomi lainnya menjadi bukti kegagalan penerapan sistem ekonomi kapitalis1. Kini sudah saatnya ekonomi syariah berkembang dan mengambil alih ke seluruh sendi-sendi transaksi kehidupan bermasyarakat melalui nilai-nilai Ketuhanan dan semangat kebangsaan. Seperti yang telah dikatakan oleh M. Syafi’i Antonio pada pidato pembukaan diskusi tersebut bahwa kebenaran yang tidak didasari dengan framework sistem dan hukum yang kuat, tetap tidak akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, pembentukan UU Ekonomi Syariah sudah sangat dibutuhkan dalam mengoptimalkan kontribusi ekonomi syariah pada pembangunan ekonomi nasional.
Telah diketahui bersama bahwa Indonesia memiliki potensi yang nyata dan signifikan baik dari jumlah sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Namun, hal itu dapat berubah menjadi musibah bila tidak adanya peningkatan pada kualitas manusia terutama umat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya linked and match pada dunia pendidikan dengan karakter lulusan yang dibutuhkan oleh dunia industri. Wakil Sekjen MUI Dr. Amirsyah Tambunan juga menyebutkan manajemen di pendidikan tinggi harus mendesain anak didiknya untuk menguasai teori, praktik dan rancang bangun dirinya pasca kuliah. Sudah saatnya Indonesia menumbuhkan generasi muslim yang professional dan mengenali hakikatnya ia hidup untuk beribadah dan memberi manfaat.
Upaya pengembangan UU Ekonomi Syariah juga diterapkan untuk mendorong beberapa sektor potensial selain sektor keuangan seperti sektor riil, dan sektor industri halal yang dapat mengubah posisi Indonesia menjadi negara produsen bukan konsumen. Selain itu, adanya payung hukum keterlibatan BUMN, dan adanya alokasi 15-30% APBN yang di salurkan kepada lembaga keuangan syariah akan memberikan dampak pada bergeraknya puluhan juta UMKM, memperbanyak industri baru, dan bertambahnya instrumen keuangan lainnya. Tentunya keterlibatan BUMN tersebut memberi peran dalam melakukan percepatan ekonomi tanpa harus mengeluarkan biaya tambahan.
Usulan-usulan tersebut didukung oleh Dr. M. Ali Taher Parasong sebagai anggota DPR komisi VIII yang mengatakan bahwa DPR telah bersepakat akan mendorong UMKM Syariah menjadi bagian dari APBN dan terbitnya UU sertifikasi produk halal. Selain itu, MUI dan stakeholder terkait diharapkan segera mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR dan ia juga mengajak seluruh masyarakat untuk terus menggaungkan istilah syariah pada kehidupan sehari-hari.
Dunia kini telah berubah dan sudah saatnya Indonesia memberi angin segar sistem ekonomi syariah pada perbaikan muslim yang berkarakter dan payung hukum Undang-Undang Ekonomi Syariah pada sektor industri yang potensial.
Penulis:
Danis Nurul Yunita (Fatih Sultan Mehmet University)
1 Chawla, M. I. (2017). ISLAMIC WELFARE STATE: A CRITIQUE OF PARVEZ’S IDEAS ABOUT ISLAM. Pakistan Economic and Social Review, 55(2), 309-326