Mengulik Potensi Industri Halal di Tingkat Global
Di tengah kelesuan ekonomi akibat pandemi, industri halal dunia diprediksi akan dapat bangkit dan terus bertumbuh
Saat ini, jumlah penduduk muslim dunia mencapai 1,8 miliar jiwa dan akan terus bertambah. Pesatnya pertambahan penduduk muslim ini tentunya akan membawa imbas positif bagi perkembangan ekonomi syariah. Pada tahun 2019, State of the Global Islamic Report menyebutkan bahwa penduduk muslim menghabiskan sekitar USD 2,2 triliun untuk konsumsi produk industri halal, seperti makanan dan minuman, obat-obatan, dan produk gaya hidup lain yang menunjang perilaku halal lifestyle. Angka ini diprediksi akan meningkat menjadi USD 2,4 triliun pada 2024, di mana sektor potensial yang akan berperan besar adalah industri makanan dan minuman halal, kosmetik, obat-obatan, jasa keuangan syariah, fesyen muslim, pariwisata halal, dan media islami.
Masih dikutip dari State of Global Islamic Report, bahwa sepanjang tahun 2020 terjadi penurunan signifikan terhadap segala sektor industri halal, terutama pariwisata halal. Namun, diprediksi pada 2021 ini semua sektor industri halal bisa kembali meningkat. Sementara itu, pada 2019 jumlah transaksi yang dikeluarkan untuk halal food mencapai USD 1,17 triliun, meningkat 5,1% dibandingkan pada 2017. Angka ini diprediksi akan meningkat 6,3% per tahun hingga mencapai USD 1,38 triliun pada 2024. Potensi industri halal food ini juga terbukti dari usaha pelaku bisnis internasional seperti Haribo, Nestle, dan Ferrero Rocher yang berusaha mendapatkan sertifikasi halal untuk menarik minat konsumen muslim. Indonesia sendiri menjadi top spender dalam industri halal food dunia dengan angka transaksi mencapai USD 173 juta.
Pertumbuhan pasar atau industri halal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
Peningkatan jumlah populasi muslim. Pada 2030 mendatang, diprediksi jumlah penduduk muslim akan meningkat hingga 2,2 miliar jiwa. Peningkatan ini disebut-sebut akan menjadi dua kali lipat dari jumlah peningkatan penduduk non-muslim dunia.
Peningkatan Produk Domestik Bruto negara-negara Organization of Islamic Cooperation (OIC), sebagai imbas dari meningkatnya kesejahteraan populasi muslim di seluruh dunia.
Peningkatan kesadaran religius pada populasi muslim yang mengakibatkan naiknya permintaan akan produk-produk halal.
Penetrasi smartphone dan teknologi yang besar di negara-negara OIC mengantarkan populasi muslim lebih terhubung secara digital. Penggunaan teknologi dan gawai menjadi salah satu cara untuk membantu praktik industri halal.
Peningkatan tren ethical-consumerism yang memiliki prinsip sesuai dengan halal lifestyle. Gaya hidup halal nyatanya sangat relevan bagi setiap orang. Hal ini membuat banyak konsumen non-muslim yang pada akhirnya memilih mempraktikkan gaya hidup halal serta menggunakan produk-produk dari industri halal yang terjamin aman, bersih, dan baik.
Halal lifestyle merupakan salah satu faktor besar mengapa industri halal bisa terus berkembang. Awareness mengenai produk halal dan bagaimana proses produksi, distribusi, dan konsumsi yang mendukungnya, membuat gaya hidup halal semakin menarik minat banyak orang. Belum lagi di situasi pandemi COVID-19 seperti saat ini, manusia dituntut untuk lebih memerhatikan apa yang mereka konsumsi. Maka produk-produk halal yang sudah terjamin baik, bersih, dan aman akan menjadi pilihan utama bagi konsumen.
Indonesia Perlu Mengambil Peluang
Dalam Global Islamic Economy Indicator (GIEI), yang menampilkan peringkat negara-negara pemain dalam industri halal global, Indonesia berada di peringkat keempat pada tahun 2020. Ini adalah peningkatan besar, setelah pada 2018 berada di peringkat 10, dan pada 2019 naik ke peringkat 5. Salah satu faktor pendorong kenaikan peringkat ini adalah peluncuran Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024 yang berfungsi sebagai pedoman perkembangan industri syariah Tanah Air.
Dalam GIEI 2020, Indonesia tercatat mengalami peningkatan di seluruh sektor kunci industri halal. Dalam pariwisata dan media berbasis halal, Indonesia kini masuk 10 besar, padahal sebelumnya berada di peringkat 52. Sedangkan dalam industri obat-obatan dan kosmetik, Indonesia naik 19 peringkat ke tempat keenam. Kesadaran mengenai pariwisata, obat-obatan, kosmetika, serta media berbasis Islam menjadi alasan Indonesia naik peringkat. Pada industri makanan halal, Indonesia kini berada di peringkat empat setelah sukses melakukan banyak ekspor ke berbagai negara OIC. Terakhir, sektor modest fashion, Indonesia berada di peringkat ketiga, di bawah Uni Emirat Arab dan Turki.
Industri makanan halal, fesyen muslim, obat-obatan dan kosmetika, pariwisata, dan media berbasis Islam ini akan menjadi sektor andalan untuk meningkatkan pertumbuhan industri halal Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki peluang sekaligus potensi pasar yang sangat besar di bidang industri halal. Pemerintah juga sudah mengeluarkan banyak kebijakan yang mendukung para pelaku industri halal, mulai dari sertifikasi halal yang lebih cepat dan satu pintu, sampai bentuk dukungan lainnya yang diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan. Di sisi lain, perlu juga dukungan dari para pelaku usaha untuk lebih aktif dalam melakukan edukasi dan sosialisasi bagi konsumen-konsumennya agar awareness mengenai industri halal semakin meluas.