Memajukan Industri Halal lewat Sustainable Fashion
Tren fashion berkelanjutan sebagai sektor potensial bagi industri halal Indonesia dan global.
Istilah sustainable fashion semakin sering diperbincangkan di berbagai forum dalam beberapa tahun terakhir. Secara harfiah, ini mengacu pada konsep mode berkelanjutan, baik pakaian maupun aksesori, yang dibuat dan dikonsumsi dengan memperhitungkan aspek lingkungan dan sosial-ekonomi. Gerakan sustainable fashion muncul sebagai upaya mengatasi dampak buruk dari industri fashion terhadap lingkungan, di mana menurut data The Business Research Company, setiap tahunnya sektor ini menyumbang 1,2 milyar ton gas karbon, dan juga bertanggung jawab atas 35% dari jumlah total limbah microplastic dunia.
Meski begitu, sustainable fashion tidaklah sama dengan eco-fashion yang berfokus pada pesan ramah lingkungan. Sustainable fashion memiliki pendekatan yang jauh lebih holistik, yakni mengaitkan imbas dari proses produksi, distribusi, dan konsumsi fashion terhadap bumi dan seisinya. Misinya pun terarah pada upaya mendorong industri mode tidak hanya mengejar keuntungan, tetapi juga membawa nilai lebih berupa kesejahteraan bagi lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Menurut Ali Charisma selaku Ketua Indonesia Fashion Chamber (IFC), sustainable fashion berfokus pada tiga pilar yakni People, Planet, dan Profit. Pilar pertama, yaitu ‘people’, merujuk pada praktik bisnis yang adil, baik bagi para pekerja dan pelanggan. Kesejahteraan bersama lewat fair trade menjadi kunci dari praktik bisnis sustainable fashion, yang turut berperan dalam memberikan kesetaraan peluang bagi buruh dan pekerja di industrinya.
Sementara pilar kedua, yakni ‘planet’, mengarah pada bagaimana bisnis fashion ini harus memperhatikan kondisi lingkungan. Selain berupaya agar proses produksinya lebih ramah lingkungan dengan penggunaan serat alami, pewarna natural, dan lain sebagainya, sustainable fashion juga melibatkan konsumen dengan mengajaknya melakukan reuse dan recycling terhadap produk-produk mode yang dimilikinya.
Pilar terakhir adalah ‘profit’. Sebagai sebuah bisnis tentunya sustainable fashion tetap bertujuan untuk mencari keuntungan, namun hal tersebut harus diperoleh tanpa meninggalkan prinsip etis terhadap lingkungan dan sosial-ekonomi.
Sustainable Fashion Sebagai Industri Halal
Prinsip praktik bisnis sustainable fashion memiliki kemiripan dengan industri halal yang berpedoman pada syariat Islam, di mana kegiatan ekonomi, meskipun bertujuan untuk mencapai keuntungan tetap harus membawa manfaat bagi sekitarnya dan bertujuan demi kesejahteraan bersama. Dalam industri halal pun praktik produksi juga diharuskan memperhatikan kelestarian dan imbas terhadap lingkungan.
Karena kemiripan prinsip bisnis, maka tak heran jika kemudian sustainable fashion dinilai akan menjadi sektor unggulan dalam pengembangan industri halal dunia. Pada dasarnya industri fashion muslim saja sudah cukup besar peluangnya, seperti dalam laporan State of the Global Islamic Economy yang memprediksi bahwa industri fashion muslim akan bernilai sekitar 402 miliar USD pada 2024 mendatang. Angka tersebut sebagian besar dikuasai oleh pasar generasi milenial yang menurut studi Business of Fashion pada 2018 lalu, merupakan generasi yang mementingkan konsep keberlanjutan untuk produk-produk yang dikonsumsinya. Bahkan 66% dari generasi milenial ini rela mengeluarkan dana lebih demi mendapatkan produk yang sustainable.
Sementara itu, menurut laporan Global Ethical Fashion Market 2020 Business Wire, pasar sustainable fashion global bernilai 6,35 juta USD pada 2019 dan diprediksi akan terus mengalami peningkatan hingga 9,81 juta USD pada 2025 mendatang. Jika inkorporasi sustainable fashion ke dalam industri halal bisa dilakukan lebih cepat, maka akan semakin besar peluang pasar industri halal yang bisa didapatkan. Hal ini juga terkait dengan nilai sustainable fashion yang lebih relevan sehingga bisa menarik lebih banyak konsumen.
Di Indonesia, inkorporasi sustainable fashion ke dalam industri halal bisa dimulai dilihat pada penyelenggaraan ISEF ke-7 di 2020 lalu, yang mengusung tema “Sustainable Fashion, Sustainable Lifestyle”. Menampilkan 164 desainer/brand dengan 720 tampilan, yang selain melakukan fashion show turut berkesempatan melakukan business matching dengan buyer lokal dan internasional. ISEF 2020 juga turut berperan dalam mendorong produsen bahan baku fashion untuk ikut dalam tren sustainable fashion ini agar bisa membantu mendorong sektor industri ini semakin besar dan kuat. Produksi bahan baku ramah lingkungan seperti viscose, rayon, dan katun serta pemanfaatan pewarna dari alam menjadi praktik mayoritas dalam pelaku sustainable fashion di Indonesia.
Harapannya, tentu sustainable fashion di Indonesia bisa terus berkembang bersamaan dengan industri halal dalam negeri. Sehingga konsumsi fashion muslim di Indonesia yang sebesar 16 miliar USD pada 2019 lalu dapat meningkat, dengan penambahan dari daya tarik sustainable fashion yang lebih luas dan relevan dengan gaya hidup saat ini. Tentunya para pelaku industri halal dan sustainable fashion harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri, bahkan bisa ikut didorong meluaskan pasarnya ke luar negeri. Sesuai dengan target dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki untuk menjadikan Indonesia sebagai kiblat fashion muslim dunia.