Tak disangka sektor pertanian justru jadi ‘penyelamat’ pertumbuhan industri halal nasional.
Dalam Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah 2020 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, ditemukan fakta bahwa ekonomi syariah Indonesia sepanjang 2020 lalu mengalami kontraksi 1,72%. Akan tetapi, angka ini masih jauh lebih baik jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional terkontraksi sebesar 2,07%. Pertumbuhan ekonomi syariah yang cukup baik ini tak lain ditopang oleh sektor industri pertanian dan makanan halal. Meski masih mengalami perlambatan, sektor pertanian berhasil terus tumbuh 1,85% (YoY) dan melampaui ekspektasi para pelaku usaha. Sektor pertanian berhasil tumbuh 1,85%, yang meskipun melambat, namun tetap bisa menunjukkan peningkatan positif dan di atas ekspektasi para pelaku usaha. Di sisi lain, sektor makanan halal tumbuh positif 1,58%. sehingga kontributor tertinggi terhadap pertumbuhan sektor Halal Food Chain (HFC) Indonesia pada masa pandemi ini bukan lagi makanan halal, tapi sektor pertanian.
Stabilnya konsumsi masyarakat terutama terhadap bahan pangan selama pandemi membuat industri ini bisa berjalan relatif baik. Hal ini menunjukkan bahwa ada potensi besar terhadap sektor industri pertanian untuk menyokong industri halal. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud sebagai sektor pertanian halal?
Dalam sektor pertanian halal, yang dibahas bukan hanya tanaman pangan, tapi juga hewan ternak. Menurut syariah, manusia haruslah mengonsumsi makanan dan minuman yang halal juga thayyib atau baik. Kualitas ini harus diartikan secara holistik, tidak hanya merujuk pada proses penyembelihan, tapi juga kesejahteraan hewan mulai dari penangkapan hewan, pemberian pakan, kebersihan kandang, tempat pemotongan, distribusi, hingga penjualan. Inilah yang menunjukkan perbedaan antara standar halal dan thayyib dengan kualitas yang ditentukan oleh aturan manusia semata.
Di Indonesia sudah ada beberapa aturan perundangan yang secara khusus mengatur produk pertanian yang berkaitan dengan regulasi halal, yakni rumah potong hewan dan produknya, serta produk susu dan olahannya. Aturan tersebut menyebutkan Rumah Potong Hewan (RPH) dan Unit Penanganan Daging, serta pemasukan karkas, daging, dan/atau jeroannya. Regulasi halal mengatur bahwa RPH atau usaha pemotongan daging harus mampu menyediakan produk daging yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH). Sementara itu, dalam tataran produksi dan pelabelan, diatur pula mengenai pemisahan RPH daging halal dan RPH untuk babi, pengelolaan hewan sembelih, keberadaan juru sembelih halal, dan distribusi serta penjualan yang harus terpisah dari hewan non-halal.
Tentu saja semua produk-produk halal termasuk hasil pertanian, perlu mendapatkan sertifikasi halal guna memastikan semua alur yang dilewati hingga produk sampai ke tangan konsumen benar-benar sesuai syariah. Produsen perlu mendaftarkan produknya ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang menjadi satu-satunya lembaga di Indonesia yang berhak mengeluarkan sertifikasi halal. Tak cuma diakui secara domestik, sertifikasi halal ini juga diakui di mancanegara, sehingga mempermudah upaya produsen untuk melebarkan pasarnya.
Saat ini posisi Indonesia sendiri masih berada di bawah Malaysia dan Thailand terkait pengembangan agroindustri halal. Pangsa pasar yang besar, sistem sertifikasi yang baik, dan bahan baku yang melimpah di Indonesia masih belum dimanfaatkan para pelaku sektor agroindustri secara maksimal. Perlu edukasi lebih luas kepada para pelaku usaha dan kemudahan pembiayaan untuk sektor industri halal. Ini bisa menjadi benefit untuk membuat masyarakat lebih tertarik dalam mengembangkan usaha halal. Selain itu, upaya pengembangan agroindustri halal juga perlu mendapat dukungan pemerintah lewat sosialisasi, bimbingan profesional, dan penyediaan bahan mentah halal yang lebih mudah dan murah.